(Ilustrasi : Secangkir Kopi) |
Alur tersebut tertulis di salah satu arsip dari kongsi dagang/persekutuan dagang dari Pemerintah Hindia Timur Belanda, yang lebih dikenal dengan nama VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie). Di tahun 1707, Gubernur Van Hoorn mendistribusikan bibit kopi ke Batavia, Cirebon, kawasan Priangan serta wilayah pesisir utara Pulau Jawa. Tanaman baru ini akhirnya berhasil dibudidayakan di Jawa sejak 1714-1715. Sekitar 9 tahun kemudian, produksi kopi di Indonesia sudah begitu melimpah dan mampu mendominasi pasar dunia. Bahkan pada saat itu jumlah ekspor kopi dari Jawa ke Eropa telah melebihi jumlah ekspor kopi dari Mocha (Yaman) ke Eropa.
Tak hanya itu, jika kita menggunakan literatur sebagai salah satu sumber untuk menyusuri alur sejarah kopi di Indonesia, kita pun dapat menemukan referensi tentang perjalanan kopi di dalam “Serat Centhini; Tembangraras-Amongrogo”. Dari karya sastra kuno fenomenal ini, kita akan menemukan implikasi yang menunjukkan masuknya kopi ke Indonesia melalui Jatinegara, lalu tersebar ke Tanah Priangan (Jawa Barat), hingga akhirnya penanaman kopi dapat ditemukan di hampir seluruh wilayah Indonesia mulai dari Sumatera, seluruh pulau Jawa, Bali, Sulawesi, Flores hingga Papua.
Jejak perkembangan tanaman kopi di tanah air terus berlanjut hingga bertahun-tahun setelahnya. Eduard Doues Dekker turut mengulas mengenai tekanan yang dialami oleh petani kopi dalam tulisannya, “Max Havelaar and the Coffee Auctions of the Dutch Trading Company”. Karya Doues Dekker ini ikut berperan dalam membantu mengubah opini publik tentang cultivate system.
Lalu di tahun 1920-an, perusahaan-perusahaan kecil-menengah yang ada di Indonesia mulai menanam kopi sebagai komoditas utama dan perkebunan-perkebunan kopi eks-pemerintah kolonial Belanda yang sebagian besar berada di Pulau Jawa dinasionalisasi. Secara perlahan dan teratur, Indonesia bertransformasi menjadi sentra produksi kopi terbesar di dunia. Bahkan saat ini, salah satu kota yang berada di bagian utara dari Pulau Sumatera, tepatnya Dataran Tinggi Gayo yang berada di Aceh meneguhkan posisinya sebagai sentra produksi kopi arabika dengan areal lahan paling luas se-Asia.
Rentetan kronologis sejarah tersebut jika kita telusuri sedikit demi sedikit hingga akhir abad 20 (1900-an) merupakan satu dasar kuat yang meletakkan Indonesia di posisi saat ini di dunia internasional lewat produksi komoditas kopi. Indonesia dikenal sebagai salah satu negara penghasil kopi terbesar keempat di dunia setelah Brazil, Vietnam dan Kolombia, dan dikenal juga sebagai negara yang menjadi referensi produksi kopi berkualitas baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar